Sengkelatnews.com Konfrensi Pers Ditreskrimsus Polda Bali diloby Krimsus dan dipimpin oleh Wadir AKBP Ranefli Dian Candra S.I.K., M.H, didampingi Kasubdit V Siber AKBP Nanang Prihasmoko S.T., S.H., M.H. dan Kasubdit Penmas Bidhumas AKBP Ketut Eka Jaya S.Sos., M.H., pada senin (15/5/2023)
AKBP Renefli di depan para awak media baik cetak maupun elekronik menyampaikan, berawal dari informasi masyarakat yang diterima oleh tim Ditreskrimsus Polda Bali terkait keberadaan seseorang yang mengaku an. dokter A melakukan praktek aborsi (illegal). Berdasarkan informasi tersebut pelapor melakukan browsing di internet an. dokter Ari Google Search. ditemukan didalam google search dengan keyword dokter A yang beralamat di jl. raya padang luwih, dalung, kecamatan kuta utara, kabupaten badung.
Selanjutnya dilakukan konfirmasi kepada sekretariat Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Bali, ternyata yang bersangkutan yang mengaku dokter kaw alias dokter A, dinyatakan bukan merupakan seorang dokter dan tidak terdaftar di ke anggotaan IDI.
Penyelidikan Ditreskrimsus lebih lanjut diperoleh informasi bahwa sdr. kaw merupakan resedivis dalam kasus aborsi pada tahun 2006 dihukum 2,5 tahun penjara dan pada tahun 2009 yang bersangkutan kembali divonis hukum dengan kasus yang sama oleh Pengadilan Negeri Denpasar selama 6 tahun penjara.
Selanjutnya berdasarkan hasil penyelidikan diperoleh informasi bahwa sdr. Kaw sedang melakukan praktik aborsi terhadap seorang pasiennya di tempat tersebut dan ditemukan seperangkat alat kedokteran yang digunakan untuk melakukan aborsi lengkap dengan obat-obatan termasuk obat bius dan sdr. kaw alias dokter A langsung diamankan dan yang bersangkutan mengakui perbuatannya telah melakukan praktek aborsi (illegal) sejak tahun 2020 dan sudah mengaborsi sekitar 20 pasien dengan tarif rata-rata 3,8 juta / pasien.
Saat ini tersangka sdr. kaw alias dokter A (laki-laki 53 thn) beserta barang bukti peralatan praktek dokter dan obat-obatan, kami tahan dirumah tahanan Polda Bali untuk dilakukan proses penyidikan lebih lanjut, tersangka dipersangkaan pasal berlapis dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara dan atau denda maksimal sepuluh milyar rupiah. Ungkap AKBP Renefli. (Hum/akm)