Ngelawar Di Hari Penampahan Galungan

Sengkelatnews.com Bagi umat Hindu di Bali/Indonesia peringatan hari raya Galungan dilaksanakan setiap 210 hari sekali, pada hari Rabu Kliwon wuku dungulan, sesuai dengan kalender Bali atau menurut perhitungan pawukon (wuku). Sehari sebelum hari raya Galungan pada hari Selasa Wage wuku dungulan disebut hari penampahan Galungan. Di hari penampahan Galungan ini umat hidup/masyarakat di Bali secara umum mempersiapkan segala sesuatunya yang bertalian dengan upacara saat peringatan hari raya Galungan. Perayaan peringatan ini rutin dilakukan secara turun temurun guna menyambut kemenangan Darma melawan adharma atau kebaikan melawan kebatilan, yaitu menangnya sifat sifat baik manusia melawan sifat yang tidak baik.

Sebagai wujud rasa syukur atas anugerah dan kemurahan yang diberikan kepada umat manusia oleh Ida Sanghyang Widhi Wasa, umat Hindu di Bali merekomendasikannya di hari penampahan Galungan ini dengan membuat berbagai sajian persembahan yang dihaturkan di tempat suci, merajan, sanggah maupun Pura.

Menurut I Nyoman Subagia, S.Sos, salah satu pengamat budaya asal Tabanan mengatakan bahwa “dihari penampahan Galungan dipersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan hari Raya Galungan, memasang Penjor, menghaturkan sesaji di Merajan/sanggah tempat suci,, Selain itu pada hari penampahan Galungan dihaturkan sesaji berupa segehan di lebuh, tengah halaman rumah, dan di Natar merajan dan tempat pemujaan lainnya sesuai dengan situasi di masing-masing keluarga masyarakat setempat”. Kata Subagia

“Ada yang unik saat penampahan Galungan bagi masyarakat dan telah dilaksanakan secara turun temurun yaitu membuat lawar “ngelawar” , dalam membuat lawar yang perlu dipersiapkan adalah berupa sayur, buah kacang, klungah (kelapa yang sangat muda sekali) , daging ayam , bebek atau babi, serta bumbu lengkap. Dari hasil olahan lawar ini nantinya akan disajikan untuk persembahan kepada dewa Dewi, betara betari termasuk persembahan kepada buta buti dihaturkan di sor disertai dengan segehan, hal ini adalah untuk keseimbangan alam semesta. Makna hari penampahan adalah untuk meningkatkan kemampuan dalam jnana dan mensyukuri atas asungkertha waranugraha Ida Sanghyang Widhi Wasa, atas segala nikmat dan karunia-Nya memberikan kerahayuan kepada Alam semesta dan segala isinya. Bukan masalah kemewahan makanan dan sajian yang harus dilakukan, akan tetapi sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing, dan hal ini dilakukan berdasarkan keikhlasan ber yadnya”. Tutup Subagia (Selasa 27/2/2024)

(Akm)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *