4 Alasan Utama Kenapa Generasi Milenial Lebih Gampang Depresi
Generasi milenial, yang lahir antara tahun 1981 dan 1996, adalah generasi yang sering dianggap lebih rentan terhadap depresi dibandingkan generasi sebelumnya. Ada beberapa alasan utama yang berkontribusi terhadap hal ini, termasuk:
- Tekanan Media Sosial: Media sosial dapat menjadi sumber tekanan yang signifikan bagi generasi milenial, yang sering kali merasa perlu untuk menampilkan citra diri yang sempurna secara online. Hal ini dapat menyebabkan perasaan tidak mampu dan harga diri yang rendah.
- Ketidakpastian Ekonomi: Generasi milenial telah memasuki dunia kerja selama periode ketidakpastian ekonomi yang signifikan, termasuk Resesi Hebat pada tahun 2008. Hal ini dapat menyebabkan stres dan kecemasan finansial, yang dapat meningkatkan risiko depresi.
- Isolasi Sosial: Generasi milenial sering kali merasa terisolasi secara sosial, karena mereka lebih cenderung hidup sendiri dan memiliki lebih sedikit koneksi sosial dibandingkan generasi sebelumnya. Hal ini dapat menyebabkan perasaan kesepian dan kesendirian, yang juga dapat meningkatkan risiko depresi.
- Gaya Pengasuhan yang Permisif: Beberapa penelitian menunjukkan bahwa gaya pengasuhan yang permisif, yang umum terjadi pada generasi milenial, dapat dikaitkan dengan peningkatan risiko depresi. Gaya pengasuhan ini memberi anak-anak kebebasan dan otonomi yang berlebihan, yang dapat menyebabkan perasaan tidak aman dan tidak mampu.
Penting untuk dicatat bahwa tidak semua generasi milenial mengalami depresi, dan ada banyak faktor lain yang dapat berkontribusi terhadap kondisi ini. Namun, alasan utama yang disebutkan di atas dapat membantu menjelaskan mengapa generasi milenial mungkin lebih rentan terhadap depresi dibandingkan generasi sebelumnya.
4 Alasan Utama Kenapa Generasi Milenial Lebih Gampang Depresi
Generasi milenial, yang lahir antara tahun 1981 dan 1996, adalah generasi yang sering dianggap lebih rentan terhadap depresi dibandingkan generasi sebelumnya. Ada beberapa alasan utama yang berkontribusi terhadap hal ini, di antaranya:
- Tekanan Media Sosial
- Ketidakpastian Ekonomi
- Isolasi Sosial
- Gaya Pengasuhan yang Permisif
Keempat aspek ini saling terkait dan dapat menciptakan lingkungan yang sempurna untuk depresi berkembang. Misalnya, tekanan media sosial dapat menyebabkan perasaan tidak mampu dan harga diri yang rendah, yang dapat menyebabkan isolasi sosial. Isolasi sosial, pada gilirannya, dapat menyebabkan perasaan kesepian dan kesendirian, yang juga dapat meningkatkan risiko depresi. Gaya pengasuhan yang permisif juga dapat berkontribusi terhadap depresi, karena dapat menyebabkan perasaan tidak aman dan tidak mampu.
Penting untuk dicatat bahwa tidak semua generasi milenial mengalami depresi, dan ada banyak faktor lain yang dapat berkontribusi terhadap kondisi ini. Namun, keempat aspek yang disebutkan di atas dapat membantu menjelaskan mengapa generasi milenial mungkin lebih rentan terhadap depresi dibandingkan generasi sebelumnya.
Tekanan Media Sosial
Generasi milenial, yang lahir antara tahun 1981 dan 1996, adalah generasi yang sering dianggap lebih rentan terhadap depresi dibandingkan generasi sebelumnya. Ada beberapa alasan utama yang berkontribusi terhadap hal ini, salah satunya adalah tekanan media sosial.
- Media sosial menciptakan tekanan untuk menampilkan citra diri yang sempurna. Hal ini dapat menyebabkan perasaan tidak mampu dan harga diri yang rendah, terutama bagi generasi milenial yang sangat aktif di media sosial.
- Media sosial juga dapat menyebabkan perbandingan sosial, di mana generasi milenial membandingkan diri mereka dengan orang lain dan merasa tidak mampu.
- Selain itu, media sosial dapat menjadi sumber cyberbullying, yang dapat berdampak negatif pada kesehatan mental generasi milenial.
Tekanan media sosial hanyalah salah satu dari empat alasan utama mengapa generasi milenial lebih rentan terhadap depresi. Alasan lainnya termasuk ketidakpastian ekonomi, isolasi sosial, dan gaya pengasuhan yang permisif.
Ketidakpastian Ekonomi
Generasi milenial memasuki dunia kerja pada masa ketidakpastian ekonomi yang signifikan, termasuk Resesi Hebat tahun 2008. Hal ini dapat menyebabkan stres dan kecemasan finansial, yang dapat meningkatkan risiko depresi.
Selain itu, generasi milenial juga lebih mungkin bekerja di bidang-bidang yang tidak stabil, seperti ekonomi pertunjukan, yang dapat menyebabkan pendapatan yang tidak menentu dan kurangnya tunjangan.
Ketidakpastian ekonomi dapat berdampak negatif pada kesehatan mental generasi milenial dalam beberapa cara. Misalnya, stres dan kecemasan finansial dapat menyebabkan perasaan putus asa dan tidak berdaya. Selain itu, ketidakpastian ekonomi dapat mempersulit generasi milenial untuk merencanakan masa depan mereka, yang juga dapat menyebabkan stres dan kecemasan.
Isolasi Sosial
Generasi milenial sering merasa terisolasi secara sosial, karena mereka lebih cenderung hidup sendiri dan memiliki lebih sedikit koneksi sosial dibandingkan generasi sebelumnya. Hal ini dapat menyebabkan perasaan kesepian dan kesendirian, yang juga dapat meningkatkan risiko depresi.
- Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap isolasi sosial pada generasi milenial antara lain:
- Penggunaan media sosial yang berlebihan, yang dapat menggantikan interaksi sosial secara langsung
- Mobilitas geografis yang tinggi, yang dapat mempersulit untuk membangun hubungan yang langgeng
- Struktur keluarga yang berubah, yang dapat menyebabkan lebih sedikit dukungan sosial
- Gaya pengasuhan yang terlalu protektif, yang dapat membuat generasi milenial kurang mampu menjalin hubungan yang sehat
Isolasi sosial dapat berdampak negatif pada kesehatan mental generasi milenial dalam beberapa cara. Misalnya, kesepian dan kesendirian dapat menyebabkan perasaan tidak berharga dan tidak dicintai. Selain itu, isolasi sosial dapat mempersulit generasi milenial untuk mendapatkan dukungan sosial, yang dapat memperburuk gejala depresi.
Gaya Pengasuhan yang Permisif
Generasi milenial memang terkenal lebih rentan depresi dibanding angkatan sebelumnya. Ada empat alasan utamanya, salah satunya adalah gaya pengasuhan permisif yang diterapkan pada mereka. Gaya pengasuhan ini memberikan kebebasan dan otonomi yang kelewat batas kepada anak, sehingga mereka jadi merasa tidak aman dan tidak mampu saat dewasa.
- Ciri-ciri Gaya Pengasuhan Permisif:
- Orang tua jarang menegakkan aturan dan batasan yang jelas.
- Anak-anak dibiarkan melakukan apa saja yang mereka mau.
- Orang tua jarang memberi arahan atau bimbingan kepada anak-anaknya.
Gaya pengasuhan permisif memang bisa membuat anak-anak merasa senang dan bebas, tapi di sisi lain juga bisa menimbulkan masalah. Anak-anak yang dibesarkan dengan gaya pengasuhan ini cenderung lebih sulit mengendalikan diri, tidak bisa menunda kepuasan, dan kesulitan bersosialisasi dengan baik.